Menikmati keindahan dan panorama alam dengan melakukan aktifitas hiking atau mendaki gunung seakan telah menjadi trend tersendiri terutama bagi kawula muda, banyak diantara pemuda dan pemudi yang menggemari olah raga outdoor ini dan berupaya melaksanakannya walaupun kadang dengan persiapan yang minim. Perlu kita ketahui bersama bahwa aktifitas hiking atau mendaki gunung merupakan salah satu aktifitas outdoor yang sangat mengandung resiko bila kita tidak mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Setelah mengetahui tips packing carier yang benar dan tips mendaki gunung dengan pasangan, aktifitas ini perlu sekali-kali kita coba dan kita lakukan, karena memang sangat mengasikkan dan menantang, sekaligus dapat menumbuhkan kebersamaan, keakraban bahkan romantisme diantara teman, sahabat, atau pasangan yang melakukannya. Namun jangan pernah sekali-sekali melakukan aktifitas ini tanpa persiapan yang matang, terutama dari segi fisik, mental dan perlengkapan, karena ketiga hal ini menjadi komponen terpenting dalam melakukan aktifitas ini.
Setelah mempersiapkan diri baik secara fisik, mental dan melengkapi perlengkapan standar mendaki, serta mempelajari dan berupaya memahami “sedikit” ilmu tentang segala hal yang berkaitan dengan aktifitas hiking atau mendaki gunung, kami mencoba melakukan aktifitas mendaki ini hanya berdua, iya berdua sebut saja kami Rama dan Shinta. Untuk tahap pertama sudah kami putuskan cukuplah sampai Pos II Kop-Kopan yang merupakan jalur pendakian gunung Welirang-Arjuno dari rute Tretes-Kakek Bodo yang kita ketahui adalah jalur umum para pendaki pemula seperti kami ini :), hehehe. Dari basecamp Surabaya mulai pagi hingga menjelang siang hari telah kami pilah dan pilih perlengkapan dan logistik yang akan kita bawa untuk menemani perjalanan outdoor kami kali ini. Agar barang bawaan tidak terpusat dalam satu tas carier kami membagi menjadi dua bagian, perlengkapan seperti tenda, nesting, kompor, matras, raincoat, sebagian logistik dan perlengkapan pendukung lainnya masuk dalam satu tas, yang tentunya menjadi bagian saya sebagai sang Rama :). Dan logistik makanan ringan, roti kering dan cemilan siap makan masuk dalam satu tas lagi yang menjadi beban dan tanggung jawab Shinta sebagai pasangan Rama. Setelah semua persiapan kelar kurang lebih setengah empat sore kami mulai berangkat menuju lokasi awal pendakian yaitu perijinan pendakian di Pandaan, atau lebih tepatnya berada di belakang hotel Surya-Tretes Prigen Pandaan. Dengan mengendarai si merah motor kesayangan, kami mencoba menembus kemacetan yang sudah biasa terjadi pada saat weekend, menggunakan roda dua akan lebih efektif dan efisien di hari Sabtu-Minggu dibandingkan dengan naik angkutan umum atau kendaraan pribadi bila kita berkeinginan menuju tampat awal perijinan di Pandaan tersebut. Tepat jam enam kurang seperempat sore kami sudah bertengger di tempat perijinan pendakian setelah berjibaku membelah kemacetan sepanjang perjalanan.
Sedikit waktu yang ada kami manfaatkan untuk beristirahat sejenak, sekedar bertegur sapa dan beramah tamah dengan teman-teman perijinan yang sebenarnya ada beberapa yang kami kenal sebelumnya :). Selepas Magrib dan setelah mengecek segala perlengkapan kembali dan memohon ijin untuk melakukan pendakian, tepatnya pukul 19.00 WIB kami memulai perjalanan yang sebenarnya “the real journey”. Setapak demi setapak kami melangkah, pelan tapi pasti, pasti capeknya..hehehe. Melalui tanjakan awal yang melingkar dan memutar di belakang perijinan yang sebenarnya di bangun dan diperuntukkan untuk jalan truk atau mobil pembawa material yang akan membangun villa atau bangunan diatas sebelum Pos I Pet Bocor. Karena sang Shinta baru pertama menempuh perjalanan ini dan Si Rama sudah lama beristirahat dari aktifitas pendakian membuat perjalanan ini harus di tempuh dengan penyesuaian lagi alias nafas yang terengah-engah. Tepat 45 menit kami sampai di Pos I Pet Bocor, dihitung-hitung lumayanlah waktu yang dibutuhkan untuk seorang Shinta yang pemula dan Rama yang sudah veteran :). Selama 15 menit kami beristirahat mengumpulkan tenaga dan menata nafas untuk melanjutkan perjalanan kembali, setalah dirasa sudah cukup beristirahat kami mulai manapaki jalur menuju pos II Kop-Kopan yang berupa jalur bebatuan, sesekali kami juga terpeleset karena pijakan yang tidak tepat atau memang karena fisik sudah mulai terkuras, sudah tidak terhitung berapa kali kami beristirahat dan menguras persediaan logistik yang ada. Sepanjang perjalanan kami bercanda, bersenda gurau untuk sekedar melepas lelah dan melepas ketegangan, karena ternyata pasangan Rama ini sangat takut dengan yang namanya gelap…lahhhh, “gimana coba, kan namanya gunung yang pasti kondisi gelap gulita dan kadang kala juga sepi”. Segala bujuk rayu dan tipu daya untuk menenangkan hati Shinta ternyata tidak mempan, karena Shinta sudah hapal dengan tipu muslihat itu :). Jalur menuju Pos II Kop-Kopan semakin mananjak, jalur bebatuan semakin membuat fisik kita lelah, udara semakin tipis, dan angin gunung seakan turut membelai dan mengiringi langkah, sehingga rasa dingin mulai mengusik kami untuk segera menyelsaikan dan mengakhiri perjalanan di tujuan yang kami rencanakan bersama. Tidak terasa hampir 4,5 jam kami berjalan tertatih-tatih menapaki jalur bebatuan yang seakan tidak ada habisnya, samar-samar dari kejahuan terdengar teriakan-teriakan pendaki lain yang mungkin sudah lebih dulu sampai di Pos ini. Semangat kami muncul kembali untuk segera berjalan dan sampai di tujuan yang kami inginkan, Rama menggandeng dan menuntun langkah Shinta untuk terus berjalan dan mengakhiri perjalanan yang mengasyikkan ini :).
Setengah Jam kemudian atau tepatnya pukul 24:15 malam, kami sudah sampai di tujuan yang telah kami rencanakan bersama, Pos II Kop-Kopan jalur pendakian Welirang-Arjuno, dari sini dapat kita saksikan keindahan kerlap-kerlip lampu di bawah sana yang berasal dari beberapa kota di bawah, sungguh indah dan menawan. Beberapa saat kami terdiam, terpana dengan pemandangan ini, menikmati dan seakan terhipnotis dengan panorama malam dari ketinggian. Tidak sia-sia kami bisa sampai ditempat ini, menempuh perjalanan selama 5 jam dengan medan bebatuan benar-benar melelahkan. Namun semuanya telah terbayarkan dengan menyaksikan dan menikmati keindahan dari ketinggian yang tidak bisa setiap saat kami dapat menyaksikannya. Hembusan angin gunung seakan memberikan peringatan kepada kami, agar segera mendirikan tenda, karena suhu udara yang semakin dingin di luar sini. Setelah tenda dan peraduan yang nyaman berdiri, kami membuat minuman hangat dan menyiapkan makan malam sebagai pengganti energi yang telah kita pergunakan selama perjalanan. Memandangi bintang, menyaksikan kerlap-kelip lampu jauh dibawah sana, merasakan dingin dan hembusan angin pegunungan, serta berada di sebelah orang teristimewa, satu anugerah yang tidak tergantikan. Terima kasih Tuhan telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyaksikan keindahan karya CiptaMu yang Agung. Kenangan menantang selama perjalanan mendaki, keindahan alam yang menawan akan selalu terpatri dalam ingatan dan hati kami. Selamat tinggal Pos II Kop-Kopan, tempatmu yang indah telah membawa arti tersendiri bagi diri kami, Ini kisahku..mana kisahmu :)
0 Response to "Menapaki Jalur Bebatuan, Ini Kisahku..Mana Kisahmu"
Posting Komentar